Latar Belakang Filosofis
Wawasan Nusantara merupakan sebuah cara pandang geopolitik Indonesia yang
bertolak dari latar belakang pemikiran sebagai berikut (S. Sumarsono, 2005) :
Latar belakang pemikiran filsafat Pancasila
Latar belakang pemikiran aspek kewilayahan Indonesia
Latar belakang pemikiran aspek sosial budaya Indonesia
Latar belakang pemikiran aspek kesejarahan Indonesia
Latar belakang pemikiran filsafat Pancasila menjadikan Pancasila sebagai
dasar pengembangan Wawasan Nusantara tersebut. Setiap sila dari Pancasila
menjadi dasar dari pengembangan wawasan itu.
Sila 1 (Ketuhanan yang Mahaesa) menjadikan Wawasan Nusantara merupakan
wawasan yang menghormati kebebasan beragama
Sila 2 (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab) menjadikan Wawasan Nusantara
merupakan wawasan yang menghormati dan menerapkan HAM (Hak Asasi Manusia)
Sila 3 (Persatuan Indonesia) menjadikan Wawasan Nusantara merupakan wawasan
yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
Sila 4 (Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan) menjadikan Wawasan Nusantara merupakan wawasan yang
dikembangkan dalam suasana musyawarah dan mufakat.
Sila 5 (Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia) menjadikan Wawasan
Nusantara merupakan wawasan yang mengusahakan kesejahteraan seluruh rakyat
Indonesia.
Latar belakang pemikiran aspek kewilayahan Indonesia menjadikan wilayah
Indonesia sebagai dasar pengembangan wawasan itu. Dalam hal ini kondisi
obyektif geografis Indonesia menjadi modal pembentukan suatu negara dan menjadi
dasar bagi pengambilan-pengambilan keputusan politik. Adapun kondiri obyektif
geografi Indonesia telah mengalami perkembangan sebagai berikut.
Saat RI merdeka (17 Agustus 1945), kita masih mengikuti aturan dalam Territoriale
Zee En Maritime Kringen Ordonantie tahun 1939 di mana lebar laut
wilayah Indonesia adalah 3 mil diukur dari garis air rendah dari masing-masing
pantai pulau Indonesia.
Dengan aturan itu maka wilayah Indonesia bukan merupakan kesatuan.
Laut menjadi pemisah-pemecah wilayah karena Indonesia merupakan negara
kepulauan.
Indonesia kemudian mengeluarkan Deklarasi Djuanda (13 Desember 1957)
berbunyi: ”…berdasarkan pertimbangan-pertimbangan maka pemerintah menyatakan
bahwa segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau
yang termasuk negara Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah
bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan negara Indonesia, dan dengan
demikian bagian daripada perairan pedalaman atau nasional berada di bawah
kedaulatan mutlak negara Indonesia. Lalu lintas yang damai di perairan
pedalaman in bagi kapal-kapal asing dijamin selama dan sekedar tidak
bertentangan dengan/mengganggu kedaulatan dan keselamatan negara Indonesia.
Penentuan batas lautan teritorial (yang lebarnya 12 mil) diukur dari garis yang
menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulau-pulau negara
Indonesia….”.
Jadi, pulau-pulau dan laut di wilayah Indonesia merupakan satu wilayah yang
utuh, kesatuan yang bulat dan utuh.
Indonesia kemudian mengeluarkan UU No 4/Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia
yang berisi konsep kewilayahan Indonesia menurut Deklarasi Djuanda itu.
Maka Indonesia mempunyai konsep tentang Negara Kepulauan (Negara Maritim).
Dampaknya: jika dulu menurut Territoriale Zee En Maritime Kringen
Ordonantie tahun 1939 luas Indonesia adalah kurang lebih 2 juta km2
maka menurut Deklarasi Djuanda dan UU No 4/prp Tahun 1960 luasnya menjadi 5
juta km2 (dimana 65% wilayahnya terdiri dari laut/perairan).
Pada 1982, Konferensi PBB tentang Hukum Laut Internasional III mengakui
pokok-pokok asas Negara Kepulauan (seperti yang digagas menurut Deklarasi
Djuanda).
Asas Negara Kepulauan itu diakui dan dicantumkan dalam UNCLOS 1982 (United
Nation Convention on the Law af the Sea).
Dampak dari UNCLOS 1982 adalah pengakuan tentang bertambah luasnya ZEE
(Zona Ekonomi Eksklusif) dan Landas Kontinen Indonesia.
Indonesia kemudian meratifikasi UNCLOS 1982 melalui UU No 17 Tahun 1985
(tanggal 31 Desember 1985).
Sejak 16 November 1993 UNCLOS 1982 telah diratifikasi oleh 60 negara dan
menjadi hukum positif sejak 16 November 1994.
Perjuangan selanjutnya adalah perjuangan untuk wilayah antariksa nasional,
termasuk GSO (Geo Stationery Orbit).
Jadi wilayah Indonesia adalah (Prof. Dr. Priyatna dalam S. Sumarsono, 2005,
hal 74).
Wilayah territorial 12 mil dari Garis Pangkal Laut.
Wilayah ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) 200 mil dari Pangkal Laut.
Wilayah ke dalam perut bumi sedalam 40.000 km.
Wilayah udara nasional Indonesia setinggi 110 km.
Batas antariksa Indonesia.
Tinggi = 33.761 km.
Tebal GSO (Geo Stationery Orbit) = 350 km.
Lebar GSO (Geo Stationery Orbit) = 150 km.
Latar belakang pemikiran aspek sosial budaya Indonesia menjadikan
keanekaragaman budaya Indonesia menjadi bahan untuk memandang (membangun
wawasan) nusantara Indonesia.
Menurut Hildred Geertz sebagaimana dikutip Nasikun (1988), Indonesia
mempunyai lebih dari 300 suku bangsa dari Sabang sampai Merauke.
Adapun menurut Skinner yang juga dikutip Nasikun (1988) Indonesia mempunyai
35 suku bangsa besar yang masing-masing mempunyai sub-sub suku/etnis yang
banyak.
Latar belakang pemikiran aspek kesejarahan Indonesia menunjuk pada sejarah
perkembangan Indonesia sebagai bangsa dan negara di mana tonggak-tonggak
sejarahnya adalah:
20 Mei 1908 = Kebangkitan Nasional Indonesia
28 Okotber 1928 = Kebangkitan Wawasan Kebangsaan melalui Sumpah Pemuda
17 Agustus 1945 = Kemerdekaa Republik Indonesia
Pengertian Wawasan Nusantara adalah sebagai berikut :
Menurut GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) yang ditetapkan MPR (Majelis
Permusyawaratan Rakyat) pada tahun 1993 dan 1998:
Wawasan Nusantara yang merupakan wawasan nasional yang bersumber pada
Pancasila dan UUD 1945 adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai
diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta
kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
Menurut Kelompok Kerja Wawasan Nusantara yang dibuat di LEMHANAS 1999:
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai
diri dan lingkungannya yang sebaberagam dan bernilai strategis dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam
menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk
mencapai tujuan nasional.
Nusantara merupakan
istilah yang dipakai untuk menggambarkan wilayahkepulauan yang membentang
dari Sumatera sampai Papua. Kata ini tercatat pertama kali
dalam literatur berbahasa Jawa Pertengahan (abad ke-12 hingga
ke-16) untuk menggambarkan konsep kenegaraan yang dianutMajapahit. Setelah
sempat terlupakan, pada awal abad ke-20 istilah ini dihidupkan kembali
oleh Ki Hajar Dewantara[1] sebagai salah satu nama alternatif untuk
negara merdeka pelanjut Hindia Belanda yang belum terwujud. Ketika
penggunaan nama "Indonesia" (berarti Kepulauan Hindia) disetujui
untuk dipakai untuk ide itu, kata Nusantara tetap dipakai sebagai sinonim untuk
kepulauan Indonesia. Pengertian ini sampai sekarang dipakai di Indonesia.
Akibat perkembangan politik selanjutnya, istilah ini kemudian dipakai pula
untuk menggambarkan kesatuan geografi-antropologikepulauan yang terletak
di antara benua Asia dan Australia, termasukSemenanjung
Malaya namun biasanya tidak mencakup Filipina. Dalam pengertian
terakhir ini, Nusantara merupakan padanan bagi Kepulauan
Melayu (Malay Archipelago), suatu istilah yang populer pada akhir abad
ke-19 sampai awal abad ke-20, terutama dalam literatur berbahasa Inggris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar