- Konsep Demokrasi
Kita mengenal bermacam-macam istilah
demokrasi. Ada yang dinamakan demokrasi konstitusional, demokrasi
parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi pancasila, demokrasi rakyat,
demokrasi soviet, demokrasi nasional, dan sebagainya. Semua konsep ini
memakai istilah demokrasi yang menurut asal kata berarti rakyat berkuasa
atau government by the peope. Demos berarti rakyat, kratos berarti
kekuasaan.
Demokrasi yang dianut Indonesia yaitu
demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan
mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya dalam taraf perkembangan dan
mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta
pandangan yang berbeda. Tetapi yang tdak dapat disangkal ialah bahwa
beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusional cukup jelas tersirat
didalam Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit dua prinsip
yang menjiwai naskah itu, dan yang mencantumkan dalam penjelasan
Undang-Undang Dasar 1945 mengenai Sistem Pemerintahan Negara yaitu :
- Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat).
- Sistem Konstitusional, pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
Berdasarkan dua istilah Rexhtsstaat
dan sitem konsitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar
dari Undang-Undang Dasar 1945 yang belum di amandemen ialah demokrasi
konstitusional. Disamping itu corak khas demokrasi indonesia, yaitu
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.
- Demokrasi Konstitusional
Ciri khas dari demokrasi konstitusional
ialah gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang
terbatas kekuasaanya dan tidak di benarkan bertindak sewenang-wenang
terhadap warga negaranya. Gagasan bahwa kekuasaan pemerintah perlu di
batasi pernah dirumuskan oleh seorang ahli sejarah Inggris, Lord Acton,
dengan mengingat bahwa pemerintahan selalu di selenggarakan oleh manusia
dan bahwa pada manusia itu tanpa kecuali melekat banyak kelemahan.
Dalilnya yang kemudian menjadi termanshur berbunyi sebagai berikut,
“Manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung menyalahgunakan kekuasaan
itu, dan manusia yang mempunyai kekuasaan tak terbatas pasti akan
menyalahgunakannya secara tak terbatas pula.
Biarpun demokrasi baru pada akhir abad
ke-19 mencapai wujud yang kongkret, tetapi ia sebenarnya sudah
berkembang di Eropa Barat dalam abat ke-15 dan ke-16. Maka dari itu,
wajah demokrasi abad ke-19 menonjolkan beberapa asas yang dengan susah
payah telah dimenangkannya. Tetapi demokrasi tidak merupakan suatu yang
statis, dan dalam abat ke-20, terutama sesudah Perang Dunia II, negara
demokratis telah melepaskan pandangan bahwa peranan negara hanya
terbatas pada mengurus kepentingan bersama.
- Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia
telah mengalami pasang surut. Selama 25 tahun berdirinya Republik
Indonesia ternyata masalah pokok yang kita hadapi ialah bagaimana, dalam
masyarakat yang beraneka ragam pola budayanya, mempertinggi tingkat
kehidupan ekonomi di samping membina suatu kehidupan sosial dan politik
yang demokratis. Pada pokoknya masalah ini berkisar pada penyusunan
suatu sistem politik dimana kepemimpinanya cukup kuat untuk melaksanakan
pembangunan ekonomi serta national building, dengan partisipasi rakyat
seraya menghindarkan timbulnya diktator.
Dipandang dari sudut perkembangan demokrasi sejarah Indonesia dapat di bagi dalam empat masa, yaitu :
- Masa Republik Indonesia I (1945-1959), yaitu masa demokrasi (konstitusional) yang menonjolkan peranan parlemen serta partai-partai dan dinamakan Demokrasi Parlementer.
- Masa Republik Indonesia II (1959-1965), yaitu masa Demokrasi Terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional yang secara formal merupakan landasanya, dan menunjukan beberapa aspek demokrasi rakyat.
- Masa Republik Indonesia III (1965-1998), yaitu masa Demokrasi Pancasila yang merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial.
- Masa Republik Indonesia IV
(1998-sekarang), yaitu masa Reformasi yang menginginkan tegaknya
demokrasi di Indonesia sebagai koreksi terhadap praktik-praktik politik
yang terjadi pada masa Republik Indonesia III
BENTUK-BENTUK DEMOKRASI
Menurut Torres
Menurut seorang ahli bernama Torres, mengemukakan bahwa demokrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan dua pendekatan yakni : formal democracy dan substansive democracy. Dua pendekatan ini merujuk kepada proses berjalannya demokrasi itu sendiri, yang dapat dibuktikan dari pelaksanaan demokrasi di negara-negara yang menggunakan sistem demokrasi.
Torres menyatakan bahwa terdapat 2 bentuk demokrasi, yaitu sebagai berikut :
Sistem Predential
Dalam sistem predential ini presiden memiliki 3 peranan, yakni :
- kepala negara
- kepala/penguasa lembaga eksekutif
- simbol kepemimpinan negara
- Sistem Parlementer
Berdasarkan Keterkaitan Interaksi Antar Organisasi Negara
Demokrasi terdiri dari bermacam-macam bentuk yang dikategorikan atas berbagai sudut pandang. Salah satu sudut pandang dari pembagian demokrasi adalah perhatian dan pengawasan terhadap interaksi yang terjadi antara satu organisasi dengan organisasi lainnya dalam suatu pemerintahan negara, serta keterkaitan antar organisasi tersebut antar satu sama lain. Adapun bentuk demokrasi berdasarkan interaksi dan keterkaitan antar organisasi negara, yaitu sebagai berikut :- Sistem Referendum (Pengawasan Langsung oleh Rakyat)
Sistem referendum ini terbagi menjadi 2 jenis, antara lain :
1. Referendum Obligatoire (Referendum Wajib)
Referendum obligatoire dilakukan untuk menentukan suatu peraturan atau undang-undang yang baru. Suatu peraturan atau undang-undang yang baru dapat diberlakukan hanya apabila telah mendapatkan persetujuan dari warga negara/rakyat yakni melalui pemungutan suara langsung oleh rakyat tanpa campur tangan badan legislatif.
2. Referendum Fakultatif (Referendum yang Tidak Wajib)
Referendum fakultatif dilakukan untuk menentukan keberlangsungan suatu peraturan atau undang-undang. Referendum fakultatif dilaksanakan untuk mengkaji dan menentukan tentang suatu peraturan atau undang-undang yang sedang berlaku apakah bisa tetap digunakan/diberlakukan atau tidak. Atau apakah perlu adanya suatu perbaikan (revisi) terhadap peraturan dan undang-undang tersebut.
Sistem referendum memiliki kelebihan yakni rakyat berkuasa penuh atas berlaku, adanya perbaikan ataupun pembatalan suatu peraturan dan undang-undang. Adapun contoh negara yang menggunakan bentuk demokrasi sistem referendum ini adalah Swiss.
Menurut Torres
Menurut seorang ahli bernama Torres, mengemukakan bahwa demokrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan dua pendekatan yakni : formal democracy dan substansive democracy. Dua pendekatan ini merujuk kepada proses berjalannya demokrasi itu sendiri, yang dapat dibuktikan dari pelaksanaan demokrasi di negara-negara yang menggunakan sistem demokrasi.Torres menyatakan bahwa terdapat 2 bentuk demokrasi, yaitu sebagai berikut :
- Sistem Predential
Dalam sistem predential ini presiden memiliki 3 peranan, yakni :
- kepala negara
- kepala/penguasa lembaga eksekutif
- simbol kepemimpinan negara
- Sistem Parlementer
Berdasarkan Keterkaitan Interaksi Antar Organisasi Negara
Demokrasi terdiri dari bermacam-macam bentuk yang dikategorikan atas berbagai sudut pandang. Salah satu sudut pandang dari pembagian demokrasi adalah perhatian dan pengawasan terhadap interaksi yang terjadi antara satu organisasi dengan organisasi lainnya dalam suatu pemerintahan negara, serta keterkaitan antar organisasi tersebut antar satu sama lain. Adapun bentuk demokrasi berdasarkan interaksi dan keterkaitan antar organisasi negara, yaitu sebagai berikut :- Sistem Referendum (Pengawasan Langsung oleh Rakyat)
Sistem referendum ini terbagi menjadi 2 jenis, antara lain :
1. Referendum Obligatoire (Referendum Wajib)
Referendum obligatoire dilakukan untuk menentukan suatu peraturan atau undang-undang yang baru. Suatu peraturan atau undang-undang yang baru dapat diberlakukan hanya apabila telah mendapatkan persetujuan dari warga negara/rakyat yakni melalui pemungutan suara langsung oleh rakyat tanpa campur tangan badan legislatif.
2. Referendum Fakultatif (Referendum yang Tidak Wajib)
Referendum fakultatif dilakukan untuk menentukan keberlangsungan suatu peraturan atau undang-undang. Referendum fakultatif dilaksanakan untuk mengkaji dan menentukan tentang suatu peraturan atau undang-undang yang sedang berlaku apakah bisa tetap digunakan/diberlakukan atau tidak. Atau apakah perlu adanya suatu perbaikan (revisi) terhadap peraturan dan undang-undang tersebut.
Sistem referendum memiliki kelebihan yakni rakyat berkuasa penuh atas berlaku, adanya perbaikan ataupun pembatalan suatu peraturan dan undang-undang. Adapun contoh negara yang menggunakan bentuk demokrasi sistem referendum ini adalah Swiss.
Perkembangan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara
Periode yang dimaksud tersebut adalah yang berkaitan dengan kepentingan
sejarah perkembangan Pendidikan Pendahuluan Bela Neara. Pendidikan
Pendahuluan Bela Negara berkembang berdasarkan situasi yang dihadapi
oleh penyelenggara kekuasaan. Periode-periode tersebut adalah sebagai
berikut:
- Tahun 1945 sejak NKRI diproklamasikan sampai tahun 1965 disebut periode lama atau Orde Lama.
- Tahun 1965 sampai tahun 1998 disebut periode baru atau Orde Baru.
- Tahun 1998 sampai sekarang disebut periode Reformasi.
Perbedaan periode tersebut terletak pada hakikat yang dihadapi. Pada periode lama bentuk yang dihadapi adalah "ancaman fisik" berupa pemberontakan dari dalam maupun ancaman fisik dari luar oleh tentara Sekutu, tentara kolonial Belanda, dan tentara Dai Nipon.
Sedangkan pada periode baru dan periode reformasi bentuk yang dihadapi
adalah "tantangan" yang sering berubah sesuai dengan perkembangan
kemajuan zaman. Perkembangan kemajuan ini mempengaruhi perilaku bangsa
dengan tuntutan-tuntutan hak yang Iebih banyak.
Pada situasi ini yang dihadapi adalah tantangan non fisik, yaitu
tantangan pengaruh global dan gejolak sosial. Berdasarkan situasi pada
periode yang berbeda ini, landasan-landasan hukum yang digunakan untuk
melaksanakan bela negara pun berbeda.
B. Pada Periode Lama Bentuk Ancaman yang Dihadapi adalah Ancaman Fisik
Ancaman yang datangnya dari dalam maupun dari luar, langsung maupun
tidak langsung, menumbuhkan pemikiran mengenai cara menghadapinya. Pada
tahun 1954, terbitlah prbduk Undang-Undang tentang Pokok-pokok
Perlawanan Rakyat (PPPR) dengan Nomor: 29 Tahun 1954.
Realisasi dari produk undang-undang ini adalah diselenggarakannya
Pendidikan Pendahuluan Perlawanan Rakyat (PPPR) yang menghasilkan
organisasi-organisasi perlawanan rakyat pada tingkat pemerintahan desa,
OPR, yang selanjutnya berkembang menjadi organisasi keamanan desa, OKD.
Di sekolah-sekolah terbentuk organisasi keamanan sekolah, OKS. Dilihat
dari kepentingannya, tentunya pola Pendidikan yang diselenggarakan akan
terarah pada fisik, teknik, taktik, dan strategi kemiliteran.
C. Periode Orde Baru dan Periode Reformasi
Ancaman yang dihadapi dalam periode-periode ini berupa tantangan non
fisik dan gejolak sosial. Untuk mewujudkan bela negara dalam berbagai
aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang tidak
terlepas dari pengaruh Iingkungan strategis baik dari dalam maupun dari
luar, langsung maupun tidak langsung, bangsa Indonesia pertama-tama
perlu membuat rumusan tujuan bela negara.
Tujuannya adalah menumbuhkan rasa cinta tanah air, bangsa, dan negara.
Untuk mencapai tiijuan ini, bangsa Indonesia perlu mendapatkan
pengertian dan pemahaman tentang wilayah negara dalam persatuan dan
kesatuan bangsa.
Mereka juga perlu memahami sifat ketahanan bangsa atau ketahanan
nasional agar pemahaman tersebut dapat mengikat dan menjadi perekat
bangsa dalam satu kesatuan yang utuh. Karena itu, pada tahun 1973 untuk
pertama kalinya dalam periode baru dibuat Ketetapan MPR dengan Nomor:
IV/MPR/1973 tentang GBHN, di mana terdapat muatan penjelasan tentang
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.
Sesuai dengan perkembangan kemajuan dari periode ke periode da.n adanya muatan tentang Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dalam GBHN, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1954 tentang Pokok-pokok Perlawanan Rakyat dipandang tidak dapat lagi menjawab kondisi yang diinginkan.
Karena itu, pada tahun 1982 UU No.39/ 1954 dicabut dan diganti dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia. Realisasi dari
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 adalah diselenggarakannya Pendidikan
Pendahuluan Bela Negara (PPBN) melalui obyek dan sasaran di lingkungan
kerja, lingkungan pemukiman, dan lingkungan pendidikan.
Agar penyelenggaraan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) dapat
menjadi pedoman di lingkungan pendidikan, bahan ajaran dibuat dalam
tahapan, yaitu tahap awal PPBN diberikan pada sekolah Taman Kanak-kanak
sampai Sekolah Menengah Umum (SMU) dan tahap lanjutan PPBN diberikan
kepada mahasiswa. Tahap lanjutan ini bertitik berat pada pemahaman bela
negara secara filosofi. Tahapan ini disebut Pendidikan Pendahuluan Bela
Negara Tahap Lanjutan.
Penegasan secara hukum Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) ini adalah Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan Nomor 2 Tahun 1989. Undang-undang ini, antara lain pada pasal 39, mengatur kurikulum pendidikan, termasuk kurikulum pendidikan kewarganegaraan. Pasal ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan kewarganegaraan adalah:
- Hubungan antara negara dan warga negara, hubungan antarwarga negara, dan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara.
- Pendidikan kewiraan bagi mahasiswa di perguruan tinggi.
Pendidikan kewarganegaraan ini merupakan mata kuliah wajib dalam membentuk kepribadian warga negara.
Pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi harus terus ditingkatkan guna menjawab tantangan masa depan, sehingga para alumni memiliki semangat juang dan kesadaran Bela Negara yang tinggi sesuai bidang profesi masing-masing demi tetap tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi harus terus ditingkatkan guna menjawab tantangan masa depan, sehingga para alumni memiliki semangat juang dan kesadaran Bela Negara yang tinggi sesuai bidang profesi masing-masing demi tetap tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perguruan tinggi perlu mendapatkan Pendidikan Kewarganegaraan karena perguruan tinggi sebagai institusi ilmiah bertugas mengembangkan ilmu pengetahuan. Selain itu, perguruan tinggi sebagai instrumen nasional bertugas sebagai pencetak kader-kader pemimpin bangsa.
Pendidika Kewarganegaraan di perguruan tinggi memberikan pemahaman filosofis dan meliputi pokok-pokok bahasan: Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional, Politik dan Strategi Nasional (Polstranas).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar